Minggu, 23 November 2014

Manusia dan Keadilan



Pengertian Keadilan 
 Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut John Rawls, fi lsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu fi lsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”.
Pada intinya, keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya Istilah keadilan berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah. Adil pada hakikatnya bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak memihak. Keadilan juga diartikan sebagai suatu keadaan dimana setiap orang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memperoleh apa yang menjadi haknya, sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.

Macam-Macam Keadilan dan  Contohnya
A. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

Contoh:
Semua pengendara mentaati rambu-rambu lalu lintas.

B. Keadilan Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).

Contoh:
Andy bekerja selama 30 hari sedangkan Fahmi bekerja 15 hari. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Andy dan Fahmi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Misalkan Andy menerima Rp.100.000,- maka Fahmi harus menerima. Rp 50.000.

C. Keadilan Komutatif
Keadilan Komutatif (iustitia commutativa) yaitu keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan hak seseorang).

Contoh:
Si A harus membayar sejumlah uang kepada si B sejumlah yang mereka sepakati, sebab si B telah menerima barang yang ia pesan dari si A.

5 Wujud Keadilan Sosial dalam Perbuatan dan Sikap

1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4. Sikap suka bekerja keras.                                 
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
 
Pengertian Kejujuran                               
Kejujuran adalah kata-kata yang mengandung 3 unsur berikut:
KEBENARAN. Kejujuran adalah apa yang Anda akan katakan adalah benar.
KEBAIKAN. Kejujuran alalah apa yang akan Anda katakan adalah sesuatu yang baik.
KEGUNAAN. Kejujuran adalah apa yang Anda ingin beritahukan adalah berguna.
Jadi, pengertian kejujuran yang meyeluruh adalah jika apa yang anda beritahukan adalah hal yang benar, baik dan berguna.

Hakikat Kejujuran
"Ash-Shadiq (orang yang jujur) adalah orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan keluarnya segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam hatinya sendiri, dan tidak menyukai jika harus menampakkan kebaikan amalnya meskipun sebesar biji dzarrah, dan dia tidak enggan jika orang lain harus mengetahui keburukan dari amal perbuatannya." (Imam Harits Al-Muhasibi)

Ketika saya membaca nasehat di atas, saya pun merenung, apakah saya sudah termasuk ke dalam golongan orang-orang yang jujur? Lalu, mulailah saya menggali mutiara hikmah yang berharga ini.

Pertama, orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan keluarnya segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam hatinya sendiri. Ada orang yang meremehkan kemampuanmu padahal engkau mampu melakukan apa yang diragukannya. Maka, bila engkau ikhlas, engkau tidak akan berhenti hanya karena ocehan negatif orang tersebut. Engkau akan terus beramal karena yang menjadi tujuanmu adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Jika engkau berhenti karena ocehan itu, berarti engkau termasuk ke dalam orang yang riya. Maka, berbuat baiklah, beramal salehlah sebanyak dan semampu yang engkau bisa meskipun seluruh manusia mencibirmu.

Kedua, orang yang tidak menyukai jika harus menampakkan kebaikan amalnya meskipun sebesar dzarrah. Orang-orang yang ikhlas dan jujur berusaha menutup-nutupi amalnya sendiri walaupun hal itu tidak bisa dilakukan seluruhnya. Mereka tidak berusaha menampakkan kerajinan dan ketekunan mereka dalam beribadah, keilmuan, dan sifat kedermawanan mereka. Mereka menjadi orang-orang biasa saja tidak berambisi pada dunia, tidak menonjolkan diri dengan harapan mendapat pujian. Walaupun pada kenyataannya pujian itu tak pernah lepas dari diri mereka, tapi mereka menganggap ada atau tidak adanya pujian sama saja bagi mereka.

Ketiga, orang tersebut tidak enggan jika orang lain harus mengetahui keburukan dari amal perbuatannya (kesalahannya). Mungkin inilah poin yang paling sulit dilakukan. Tapi, tidak akan sempurna kejujuran dan keikhlasan tanpa melakukan poin ketiga ini. Seringkali karena keegoan kita dan sikap selalu ingin dipuji, kita tidak menerima kritikan orang; tidak mau menerima perkataan orang tentang diri kita meskipun pada kenyataannya perkataan itu benar adanya. Maka, bagi orang yang jujur dia menerima semua itu dengan lapang dada karena dia menyadari bahwa apa yang ada dalam dirinya jauh lebih buruk daripada apa yang dikatakan orang itu kepadanya. Hanya saja Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang masih menutup aib-aibnya dan cukuplah itu sebagai karunia yang sangat besar baginya.

Sahabatku, betapa mahal harga kejujuran! Tidaklah mengherankan bila balasannya juga sangat mahal harganya melebihi kejujuran itu sendiri. "Sesungguhnya kejujuran membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga. Dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka. Dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk berdusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim)


Referensi:
http://iiam.blogdetik.com/2011/03/21/manusia-dan-keadilan/                    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar