Pengertian Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral
mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut John Rawls, fi
lsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu fi lsuf politik terkemuka abad
ke-20, menyatakan bahwa “Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari
institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran”.
Pada intinya,
keadilan adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya Istilah keadilan
berasal dari kata adil yang berasal dari bahasa Arab. Kata adil berarti tengah.
Adil pada hakikatnya bahwa kita memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi
haknya. Keadilan berarti tidak berat sebelah, menempatkan sesuatu di
tengah-tengah, tidak memihak. Keadilan juga diartikan sebagai suatu keadaan
dimana setiap orang baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
memperoleh apa yang menjadi haknya, sehingga dapat melaksanakan kewajibannya.
Macam-Macam Keadilan dan Contohnya
A. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan
masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul
karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada
bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat
bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan
terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan
tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan
ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan
pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan.
Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
Contoh:
Semua
pengendara mentaati rambu-rambu lalu lintas.
B. Keadilan Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally).
Contoh:
Andy bekerja
selama 30 hari sedangkan Fahmi bekerja 15 hari. Pada waktu diberikan hadiah
harus dibedakan antara Andy dan Fahmi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya
bekerja. Misalkan Andy menerima Rp.100.000,- maka Fahmi harus menerima. Rp
50.000.
C. Keadilan Komutatif
Keadilan Komutatif (iustitia commutativa) yaitu
keadilan yang memberikan kepada masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya
berdasarkan hak seseorang (diutamakan obyek tertentu yang merupakan hak
seseorang).
Contoh:
Si A harus membayar sejumlah uang kepada si B sejumlah
yang mereka sepakati, sebab si B telah menerima barang yang ia pesan dari si A.
5 Wujud Keadilan Sosial dalam Perbuatan dan Sikap
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan
antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang
memerlukan
4. Sikap suka
bekerja keras.
5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang
bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Pengertian Kejujuran
Kejujuran adalah kata-kata yang mengandung 3 unsur
berikut:
KEBENARAN. Kejujuran
adalah apa yang Anda akan katakan adalah benar.
KEBAIKAN. Kejujuran
alalah apa yang akan Anda katakan adalah sesuatu yang baik.
KEGUNAAN. Kejujuran
adalah apa yang Anda ingin beritahukan adalah berguna.
Jadi, pengertian
kejujuran yang meyeluruh adalah jika apa yang anda beritahukan
adalah hal yang benar, baik dan berguna.
Hakikat Kejujuran
"Ash-Shadiq
(orang yang jujur) adalah orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan keluarnya
segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam hatinya
sendiri, dan tidak menyukai jika harus menampakkan kebaikan amalnya meskipun
sebesar biji dzarrah, dan dia tidak enggan jika orang lain harus mengetahui
keburukan dari amal perbuatannya." (Imam Harits Al-Muhasibi)
Ketika saya
membaca nasehat di atas, saya pun merenung, apakah saya sudah termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang jujur? Lalu, mulailah saya menggali mutiara hikmah
yang berharga ini.
Pertama, orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan
keluarnya segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam
hatinya sendiri. Ada orang yang meremehkan kemampuanmu padahal engkau mampu
melakukan apa yang diragukannya. Maka, bila engkau ikhlas, engkau tidak akan
berhenti hanya karena ocehan negatif orang tersebut. Engkau akan terus beramal
karena yang menjadi tujuanmu adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Jika
engkau berhenti karena ocehan itu, berarti engkau termasuk ke dalam orang yang
riya. Maka, berbuat baiklah, beramal salehlah sebanyak dan semampu yang engkau
bisa meskipun seluruh manusia mencibirmu.
Kedua, orang yang tidak menyukai jika harus menampakkan
kebaikan amalnya meskipun sebesar dzarrah. Orang-orang yang ikhlas dan jujur
berusaha menutup-nutupi amalnya sendiri walaupun hal itu tidak bisa dilakukan
seluruhnya. Mereka tidak berusaha menampakkan kerajinan dan ketekunan mereka
dalam beribadah, keilmuan, dan sifat kedermawanan mereka. Mereka menjadi
orang-orang biasa saja tidak berambisi pada dunia, tidak menonjolkan diri
dengan harapan mendapat pujian. Walaupun pada kenyataannya pujian itu tak
pernah lepas dari diri mereka, tapi mereka menganggap ada atau tidak adanya
pujian sama saja bagi mereka.
Ketiga, orang tersebut tidak enggan jika orang lain
harus mengetahui keburukan dari amal perbuatannya (kesalahannya). Mungkin
inilah poin yang paling sulit dilakukan. Tapi, tidak akan sempurna kejujuran
dan keikhlasan tanpa melakukan poin ketiga ini. Seringkali karena keegoan kita
dan sikap selalu ingin dipuji, kita tidak menerima kritikan orang; tidak mau
menerima perkataan orang tentang diri kita meskipun pada kenyataannya perkataan
itu benar adanya. Maka, bagi orang yang jujur dia menerima semua itu dengan
lapang dada karena dia menyadari bahwa apa yang ada dalam dirinya jauh lebih
buruk daripada apa yang dikatakan orang itu kepadanya. Hanya saja Allah Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang masih menutup aib-aibnya dan cukuplah itu
sebagai karunia yang sangat besar baginya.
Sahabatku,
betapa mahal harga kejujuran! Tidaklah mengherankan bila balasannya juga sangat
mahal harganya melebihi kejujuran itu sendiri. "Sesungguhnya
kejujuran membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga. Dan
seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi
Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta membimbing pada
kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka. Dan seorang hamba
senantiasa berdusta dan membiasakan untuk berdusta hingga dicatat di sisi Allah
sebagai seorang pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim)
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar