Senin, 24 November 2014

Manusia dan Tanggung Jawab



Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung  jawab  menurut  kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung,memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya  yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tangung  jawab juga  berarti berbuat  sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
 Tanggung jawab adalah ciri manusia beradab (berbudaya). Manusia merasa bertanggung jawab   karena  ia menyadari akibat baik atau buruk perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa  pihak lain memerlukan pengabdian atau pengorbanannya.Untuk memperoleh atau meningkatkan  kesadaran  bertanggung  jawab perlu ditempuh usaha melalui pendidikan,penyuluhan, keteladanan, dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jenis-Jenis Tanggung Jawab dan Contohnya
 (a)  Tanggung jawab terhadap diri sendiri
            Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran  setiap orang untuk memenuhi kewajibannya  sendiri dalam mengembangkan  kepribadian  sebagai  manusia pribadi. Dengan demikian  bisa memecahkan  masalah-masalah  kemanusiaan  mengenai  dirinya sendiri Menurut sifat dasamya  manusia  adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga seorang pribadi. Karena merupakan  seorang  pribadi  maka  manusia  mempunyai pendapat  sendiri, perasaan sendiri angan-angan  sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan  itu manusia berbuat  dan  bertindak.  Dalam hal ini manusia tidak luput  dari  kesalahan,  kekeliruan,baik yang  disengaja maupun tidak.
Contoh:                                          
            Rudi membaca  sambil berjalan. Meskipun sebentar-sebentar  ia melihat jalan,  tetap juga  ia lengah, dan terperosok  ke sebuah  lobang.  kakinya terkilir. Ia menyesali dirinya sendiri akan  kejadian itu.Ia harus beristirahat dirumah beberapa  hari. Konsekwensi tinggal di rumah beberapa  hari merupakan tanggung jawab sendiri akan kelengahannya.
(b)  Tanggung jawab terhadap keluarga
            Keluarga  merupakan  masyarakat  kecil. Keluarga  terdiri dari suami-istri.  ayah-ibu  dan anak-anak.  dan juga  orang lain yang menjadi  anggota keluarga.  Tiap anggota  keluarga  wajib bertanggung jawab  kepada keluarganya. Tanggung jawab  ini menyangkut  nama baik keluarga. Tetapi tanggung  jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan. pendidikan, dan kehidupan.
 Contoh  :                                  
            Seorang  ibu telah  dikarunia  tiga  anak, kemudian  oleh  sesuatu  sebab suaminya meninggal  dunia, karena ia tidak mempunyai  pekeIjaan/tidak beketja  pada  waktu  suaminya  masih  hidup  maka  demi  rasa tanggung jawabnya   terhadap  keluarga  ia melacurkan  diri.
            Ditinjau  dari segi moral hal ini tidak bisa diterima  karena  melacurkan diri  tennasuk   tindakan  di kutuk,  tetapi  dari  segi  tanggung  jawab   ia tennasuk   orang  yang  dipuji.  karena  demi  rasa  tanggung  jawabnya terhadap  keluarga  ia rela berkorban  menjadi  manusia  yang  hina  dan dikutuk.
 (c) Tanggung  jawab terhadap Masyarakat
            Pada hakekatnya  manusia  tidak bisa hidup tanpa bantuan  manusia  lain. sesuai dengan kedudukannya   sebagai  mahluk  sosial.  Karena  membutuhkan   manusia  lain  maka  ia  hams berkomunikasi  dengan  manusia  lain  tersebut.  Sehingga  dengan  demikian  manusia di  sini merupakan  anggota masyarakat  yang tentunya mempunyai  mempunyai tanggung jawab  seperti anggota masyarakat  yang lain agar dapat melangsungkan  hidupnya dalam masyarakat  tersebut Wajarlah  apabila segala tingkah laku dan perbuatannya  harus dipertanggung  jawabkan  kepada masyarakat.
Contoh:
            Hanafi  terlalu congkak  dan sombong, ia mengejek dan menghina pakaian  pengantin  adat Minangkabau.  Ia tidak memakai  pakaian  itu, bahkan  penutup  kepala  yang dikeramatkan  pun semula ditolak. Tetapi setelah ada ancaman dari pihak  pengiring, terpaksa Hanafi mau memakainya  juga.  Di dalam  peralatan  itu hampir-hampir pernikahan dibatalkan,karena  timbul perselisihan  antara pihak  kaum  perempuan dengan  pihak kaum laki-laki.  Pangkalnya  dari Hanafi juga.  Ia berkata pakaian mempelai  yang masih sekarang dilazimkan  di negerinya,  yaitu pakaian secara zaman dahulu, disebutkannya cara anak komedi Istambul. Jika ia dipaksa  memakai  secara  itu, sukalah  urung  sahaja,  demikian katanya dengan pendek. Setelah timbul pertengkaran  di dalam keluarga pihaknya  sendiri  akhimya  diterimalah,  bahwa ia memakai  smoking, yaitu jas hitam, celana hitam, dengan berompi dan berdasi putih. Tetapi waktu  hendak   menutup   kepalanya,   sudah  berselisih   pula. Dengan kekerasan  ia  menolak  pakaian   dester   suluk,yaitu  pakaian orang Minangkabau. Bertangisan  sekalipun  perempuan meminta  supaya  ia jangan menolak tanda keminangkabauan  yang satu, yaitu selama beralat saja. Jika peralatan sudah selesai, bolehlah ia nanti memakai sekehendak hatinya pula. Hanafi tetap menolak kehendak orang tua, ia tidak hendak menutup  kepala,  karena  lebih  gila pula  dari  pada  anak  komidi,  bila memakai  dester  saluk dengan  baju smoking  dan dasi. Setelah  ibunya sendiri hilang sabamya dan memukul-mukul  dada di muka anak yang “terpelajar” itu, barulah Hanafi menurut kehendak orang banyak, sambil mengeluh dan teringat akan badannya yang sudah “tergadai”.  Untunglah ia menurutkan hal menutup kepala itu, karena sekalian pengantar dan pasuinandan  (pengiring bangsa perempuan) sudah berkata bahwa mereka talc sudi mengiringkan  “mempelai didong”. Akhimya Hanafi tunduk pula dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, Meskipun harus bersitegang dahulu. Sebagai pertanggungjawaban kecongkakan dan kesombongannya  itu, Hanafi harus menerima rasa antipati dari masyarakat  Minangkabau yang sangat ketat terhadap adat itu (salah asuhan)
(d). Tanggung jawab  kepada  Bangsa / Negara
            Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu  adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung  jawab kepada negara.
Contoh:
1)  Dalam novel jalan tak  ada ujung karya Muchtar Lubis, Guru Isa yang tekenal sebagai guru yang baik, terpaksa mencuri barang-barang  milik sekolah demi rumah tangganya. Perbuatan guru isa ini harus pula dipertanggung jawabkan kepada pemerintah kalau perbuataan itu diketahui ia harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pengadilan.
2) Kumbakarna  menolak perintah kakaknya, juga rajanya  yaitu Rahwana  untuk berperang melawan rama, karena kakanya berbuat keburukan. Bukan main Rahwana. Ia membangkit-bangkitkan hutang budi Kumbakama terhadap kerajan Alengka. Kumbakama menyadari kedudukannya sebagai pang1ima perang, karena itu berangkat juga ia ke medan perang menghadapi  Rama. Akan tetapi ia maju ke medan perang bukan karena membela kakanya, melainkan karena rasa tanggung jawabnya sebagai panglima yang harus membela negara ( Ramayana)
(e). Tanggung jawab terhadap Tuhan
            Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya  manusia mempunyai tanggung jawab Iangsnng ternadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman  Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab sud melalui berbagai macam agama Pelanggaran dari hukuman-hukuman tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan peringatan yang keraspun manusia masih juga tidak menghiraukan maka Tuhan akan melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah  Tuhan berarti mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya  dilakukan manusia ternadap Tuhan sebagai penciptanya,  bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, manusia perlu pengorbanan.
 Contoh:
            Seorang biarawati dengan ikhlas tidak menikah selama hidupnya karena dituntut tanggung jawabnya  terhadap Tuhan sesuai dengan hukum-hukum  yang ada pada agamanya,  hal ini dilakukan  agar ia dapat sepenuhnya  mengabdikan  din kepada Tuhan demi rasa tanggung jawabnya.  Dalam  rangka  memenuhi  tanggung jawab  ini ia berkorban  tidak  memenuhi kodrat   manusia   pada   umumnya   yang  seharusnya   meneruskan keturunannya yang sebetulnya  juga  merupakan  sebagian  tanggung  jawabnya sebagai  mahluk Tuhan.





Pengertian Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan  kesetiaan,  cinta, kasih sayang, hormat,  atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan  ikhlas. Pengabdian   itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung  jawab. Apabila  orang  bekerja keras  sehari  penuh  untuk mencukupi kebutuhan. hal itu berarti  mengabdi  kepada  keluarga. Lain halnya jika  kita membantu ternan dalam kesulitan,  mungkin  sampai  berhari-hari itu bukan  pengabdian.  tetapi hanya bantuan saja.
                                                                          
Contoh Pengabdian dalam Kehidupan Sehari-hari
            Pengabdian kepada negara dan bangsa dilakukan oleh pegawai negeri yang bertugas menjaga mercusuar di pulau yang terpencil. Mereka bersama keluarganya hidup terpencil terpencil dari masyarakat ramai, sementara ito sctiap ban tiupan angin kencang dan laut tidak pernah bernenti, apalagi bila terjadi badai. Mereka bersunyi diri dalam rnengabdikan diri demi keselamatan kapal yang lalu lalang. Kesenangan yang dapat dirasakan oleh pegawai negri di kota tidak dapat dirasakan,mungkin sekali-sekali bila mereka memperoleh cuti tahunan. Kesenangandan kegembiraansesamapegawai negri haanya mereka bayangkan secara terang di alam yang demikian sepi. Anak-anak mereka sulit berkembang sebagai mahluk sosial, dan tebatas untuk dapat mengembangkan diri akibat terpencilnya tempat tinggalnya. Dengan membandingkanmereka dan kehidupan kawan-kawannya di kota atau di tempat yang lebih enak terasa arti pengorbanan mereka demi keselamatan manusia lain, bangsa dan negara sendiri.

Referensi:

Manusia-Manusia Pandangan Hidup



Pengertian Pandangan Hihup    
Menurut Koentjaraningrat (1980) pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat yang dipilih secara selektif oleh para individu dan golongan didalam masyarakat. Pandangan hidup terdiri atas cita-cita, kebajikan dan sikap hidup. Sedangkan menurut Manuel Kaisiepo 1982, pandangan hidup merupakan bagian hidup manusia. Tidak ada seorang pun yang hidup tanpa pandangan hidup meskipun tingkatannya berbeda-beda. Pandangan hidup mencerminkan citra dari seseorang karena pandangan hidup itu mencerminkan cita-cita atau aspirasinya.
                                                  
Pandangan hidup cendrung diikat oleh nilai-nilai sehingga berfungsi sebagai pelengkap
dalam pembuatan, pembenaran atau rasionalisasi nilai-nilai. Pandangan hidup memberi
pandangan pada nilai-nilai yang dimilikinya sendiri baik Bangsa, Negara maupun manusia
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekat untuk mewujudkannya.

                                                              
Sumber Pandangan Hidup
1.      Pandangan hidup yang bersumber dari agama (pandangan hidup muslim). Pandangan hidup ini memiliki kebenaran mutlak. Contoh, pandangan hidup muslim(orang islam) bersumber dari Al-Quran dan sunnah (sikap, perkataan, dan perbuatan Nabi Muhammad SAW). Dengan demikian maka pandangan hidup muslim yang setia kepada islamtentang berbagaimasalah asasi hidup manusia, merupakan jawaban muslim yang islam oriented mengenai berbagai persoalan pokok hidup manusia yang tersimpul dalam Al-Quran dan Hadits.       
2.      Pandangan hidup yang bersumber dari ideologi merupakan abstaksi dari nilai-nilai budaya suatu negara atau bangsa. Misalnya ideologi pancasila.
3.      Pandangan hidup yang bersumber dari hasil renungan seseorang sehingga dapat merupakan ajaran atau etika hidup. Misalnya aliran kepercayaan seperti agama Animisme, Kong Chu, Sinto, Budha, Hindu, Angtingkan, dll.
                                      

Pengertian Cita-Cita
Cita-cita adalah suatu keiginan yang terkandung didalam hati, karena itu cita-cita juga berarti angan-angan, keiginan, harapan, atau tujuan.
                                       
Cita-cita tidak dapat dipaksakan dari kehidupan manusia, karena tanpa cita-cita berarti manusia tanpa dinamika. Tidak ada dinamika berarti tidak ada kemajuan  dan hidup asal hidup saja. Itu sebabnya sikap hidup hanya menimbulkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni yang melukiskan cita-cita, kebajikan dan sikap hidup seseorang. Cita-cita sering kali berupa perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang tidak ada dalam hati. Cita-cita diartikan sebagai angan-angan, keinginan, kemauan, niat, atau harapan, keinginan ada yang baik dan ada yang buruk, keinginan yang baik adalah keinginan yang dicapai dengan tidak merugikan orang lain. Keinginan buruk adalah keinginan yang dapat merugikan orang lain.
Cita-cita berarti harapan, keinginan, dan tujuan.
Cita-cita yang berarti harapan. Misalnya, Adi mendapat nilai C bukan main kecewanya, ia mengharapkan nilai A, sebab pesiapan untuk final yang dilaksanakannya cukup lama dan ia merasa telah menguasai benar-benar materi yang diujikan.
Cita-cita yang berarti keinginan. Maya ingin sekali melanjutkan studinya UGM. Ia mendaftar dan mengikuti testing masuk perguruan tinggi. Ternyata tidak lulus sehingga ia tidak dapat melanjutkan studinya di UGM.
Cita-cita yang berarti tujuan, Nana bertujuan setamat SMA akan melanjutkan sekolahnya di Jakarta, ikut pamannya. Ternyata tamat SMA, pamannya dipindah tugaskan keluar jawa. Hal itu menyebabkan Nana tidak jadi melanjutkan sekolahnya di Jakarta.




Pengertian Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan adalah perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik dan makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik. Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu :
·         Manusia sebagai pribadi, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati. Suara hati itu semacam bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia seringkali tidak mau mendengarkan.
·         Manusia sebagai anggota masyarakat, Yang menentukan baik-buruknya adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik. Sebagai anggota masyarakat, manusia tidak dapat membebaskan diri dari kemasyarakatan.
·         Manusia sebagai makhluk tuhan, manusia pun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik dan buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau Kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk Hukum Tuhan atau Hukum agama.

Jadi, kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat, dan Hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah-tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya.


Makna Kebajikan
Kebajikan dapat diartikan  kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan, keselamatan, keuntungan, kemakmuran dan kebahagiaan. Manusia berbuat kebaikan karena menurut kodratnya, manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Dengan kesucian jiwanya itu mendorong hati nuraninya untuk berbuat kebaikan. “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan”. (Q. S AN-Nahl = 90).

Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu
terpisah bila manusia meninggal. Karena pribadi merupakan, manusia mempunyai pendapai
sendiri, ia mencintai diri sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya.
                                                                   
Manusia merupakan makhluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling
membutuhkan, saling tolong menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat.
Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membanci, saling merugikan dan sebagainya. Manusia sebagai makhluk tuhan, diciptakan manusia dapat berkembang karena Tuhan. Untuk itu manusia di lengkapi kemampuan jasmani dan rohani, juga fasilitas alam sekitarnya seperti tanah, air, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.

Kebajikan dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
a.       Manusia sebagai pribadi; dapat menentukan baik buruk. Yang menentukan baik buruk itu adalah suara hati. Suara hati bisikan dalam hati untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Jadi, suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia sering kali tidak mau mendengarkannya.
b.      Manusia sebagai anggota masyarakat; yang menentukan baik buruk adalah suara hati masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara hati masyarakat menganggap baik.
c.       Manusia sebagai makhluk Tuhan; melakukan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kebajikan berasal dari dua sumber yaitu:
a.       Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini (Q. S AL-Baqarah: 30)
b.      Allah Yang Maha Kuasa, yang menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya.
Kebajikan Tuhan adalah berupa karunia-Nya. Bagi orang yang tidak beriman kepada Tuhan, mereka tidak percaya adanya kebajikan yang berasal dari karunia-Nya, tetapi bagi orang yang beriman, ia percaya bahwa kebajikan manusia adalah karena karunia-Nya juga, manusia hanya sebagai perantaraannya saja.


Kebajikan dapat dikelompokkan dalam tiga, yaiu:
a.       Kebajikan yang berupa tingkah laku, misalnya sabda dan perbuatan Nabi Muhammad SAW merupakan Rahmatan Lil’alamin.
b.      Kebajikan yang berupa benda-benda, misalnya harta kekayaan, bila tidak diamalkan maka harta tersebut hanya berjasa bagi pemiliknya saja, bila diamalkan harta demikian berfungsi untuk sosial.
c.       Kebajikan yang berupa benda yang tak berwujud, misalnya ilmu pengetahuan, kemampuan dan keahlian untuk menciptakan sesuatu.
 


Referensi:
Mustopo, M. Habib, Ilmu Budaya Dasar. Surabaya: Usaha Nasional. 1983
Notowidagdo, Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarka Al-Quran Dan Hadits. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2002
Prasetya, Drs. Joko Tri, Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rieneka Cipta. 1998
Pudjawiyatna, Prof. Ir. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT.Bina Aksara. 1982
Sulaeman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco. 1995
Widagdho, Djhoko. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Akrasa. 2003